Ghibah merupakan dosa lisan yang dilarang keras dalam Islam karena dapat merusak hubungan dan mendatangkan murka Allah Ta’ala. Dalam Al-Qur’an, tindakan ini diumpamakan dengan memakan daging saudaranya sendiri yang telah meninggal—suatu aib yang sangat tercela. Artikel ini mengajak kita untuk memahami bahaya ghibah dan cara menghindarinya agar hati dan lidah kita tetap bersih.
Kita diajarkan untuk lebih fokus introspeksi dan memperbaiki kekurangan diri sendiri dibandingkan mencari-cari kesalahan orang lain. Seringkali kita tidak menyadari betapa banyak kesalahan yang kita miliki pada diri kita, padahal kita mudah melihat kekurangan orang lain. Hal ini ditegaskan dalam nasehat Abu Hurairah semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian siapa bilang,
Salah satu dari kalian melihat setitik di mata saudaranya dan melupakan kegembiraan – atau percikan – di matanya sendiri.
“Salah seorang di antara kalian mampu melihat kotoran kecil di mata saudaranya, namun lupa akan kayu besar di matanya sendiri.”
(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 592; dinilai shahih oleh Syekh Al-Albani).
Dalam bahasa kita, ada pepatah yang menggambarkan hal ini, “Semut di seberang lautan terlihat, gajah di sudut mata tidak terlihat.”
Pesan ini mengingatkan kita untuk selalu merenungkan kesalahan diri sendiri sebelum menyibukkan diri dengan kesalahan orang lain. Orang yang fokus memperbaiki diri tidak akan membuang waktu untuk membicarakan keburukan orang lain, apalagi jika mereka tidak mengetahui keadaan hatinya yang sebenarnya. Hal ini sejalan dengan peringatan tentang ghibah, yaitu membicarakan hal-hal buruk tentang orang lain yang tidak disukainya, padahal itu benar.
Dari Abu Hurairah semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaiandia berkata, Rasulullah, semoga Tuhan memberkati dia dan memberinya kedamaian, bertanya,
“Tahukah kamu apa itu fitnah?” Mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau berkata, “Dia menyebut saudaramu dengan cara yang tidak disukainya.” Dikatakan: Pernahkah kamu memperhatikan, apakah pada diri saudaraku apa yang aku katakan itu ada? Beliau bersabda, “Jika pada dirinya ada apa yang kamu katakan, maka kamu telah menggunjingnya, dan jika tidak ada pada dia, maka kamu telah memfitnahnya.”
“Tahukah kamu apa itu gosip?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ghibah adalah ketika kamu membicarakan sesuatu yang tidak disukainya kepada saudaramu.” Seseorang bertanya, “Bagaimana jika apa yang saya bicarakan itu benar?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kalau benar berarti kamu memfitnahnya (menggunjingnya). Kalau tidak benar berarti kamu memfitnahnya (menuduh tanpa bukti).”
(HR.Muslim, no.2589)
Apakah fitnah diperbolehkan?
Meskipun ghibah secara umum dilarang, ada kondisi tertentu yang diperbolehkan untuk tujuan syariah. Imam Nawawi Tuhan memberkati menjelaskan adanya pengecualian tersebut dengan syarat tertentu yang harus dipenuhi. Dia mengatakan ini dalam bukunya Riyadhus Sholihin.
- Mengeluh tentang ketidakadilan: Ketika mengadu tentang ketidakadilan kepada pihak yang berwenang, misalnya mengatakan, “Si Anu telah menganiaya saya.”
- Meminta bantuan untuk menghentikan kejahatan: Meminta bantuan kepada orang yang mampu menghentikan kejahatan, misalnya, “Si fulan telah melakukan ini, tolong bantu dia kembali ke jalan yang benar.”
- Meminta Fatwa: Ketika meminta fatwa, misalnya bertanya, “Adikku telah menganiaya aku, apa yang harus aku lakukan?”
- Memberikan teguran kepada umat Islam: Misalnya teguran tentang lemahnya hafalan para perawi hadis agar tidak terjadi kerancuan ilmu.
- Menyinggung orang yang terang-terangan maksiat: Berbicara tentang maksiat yang dilakukan secara terang-terangan, bukan aspek lainnya.
- Menggunakan Nama Panggilan yang Dikenal: Memanggil seseorang dengan nama panggilan yang akrab, seperti “orang buta”, jika diperlukan untuk identifikasi. Namun, lebih baik menggunakan kata-kata yang tidak menyakitkan.
Namun pengecualian ini tidak boleh dijadikan alasan untuk bebas berbicara buruk tentang orang lain. Allah Ta’ala memberikan peringatan keras dalam firman-Nya,
Wahai orang-orang yang beriman, hindarilah banyak kecurigaan, karena sebagian kecurigaan adalah dosa, dan janganlah kamu memata-matai, dan janganlah kamu saling menggunjing. Apakah ada di antara kamu yang ingin Dia memakan daging saudaranya yang telah meninggal, padahal kamu muak terhadapnya, padahal kamu bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
“Wahai orang-orang beriman, jauhilah banyak prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Jangan mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangan saling bergunjing. Apakah salah seorang di antara kalian suka memakan daging orang mati?” saudaraku? Maka tentu saja kamu merasa muak dengannya.
(QS. Al-Hujurat : 12)
Ayat ini jelas mengharamkan ghibah dan menggambarkannya sebagai perbuatan keji, seperti memakan daging saudara yang sudah meninggal. Ibnu Katsir Tuhan memberkati ditegaskan bahwa larangan ghibah ini telah disepakati oleh seluruh ulama (ijmak), kecuali dalam keadaan tertentu yang jelas mendatangkan kemaslahatan.
Peringatan keras mengenai bahaya ghibah juga dijelaskan dalam sebuah hadis riwayat Anas semoga Allah memberkati dia dan memberinya kedamaian dalam Musnad Imam Ahmad. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dikatakan,
Ketika dia dibawa olehku, aku berpapasan dengan orang-orang yang mempunyai paku dari tembaga dan sedang menggaruk-garuk muka dan dadanya, maka aku bertanya: Siapakah orang-orang ini wahai Jibril? Beliau bersabda: Mereka itulah yang memakan daging manusia dan merusak kehormatannya.
“Ketika aku sedang gembira, aku berpapasan dengan suatu kaum yang mempunyai paku dari tembaga yang mereka gunakan untuk menggaruk wajah dan dada mereka. Aku bertanya: ‘Wahai Jibril, siapakah mereka?’ Beliau menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (menggunjing) dan mencemarkan kehormatannya.’”
(HR. Ahmad, 3:224; Abu Daud, no. 4878, 4879; Ibnu Abid Dunya dalam Ash-Shumtu, no. 165, 572. Syekh ‘Ali Al-Halabi Al-Atsari mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih. ).
Tips Menghindari Ghibah
Bagaimana agar kita terhindar dari dosa ghibah, apalagi jika kita berada dalam suatu perkumpulan yang sering membicarakan dosa dan membicarakan keburukan orang lain.
- Terus ingatkan diri Anda dengan cara yang baik. Contoh: “Maaf, mari kita bicara tentang sesuatu yang lebih bermanfaat.”
- Ganti topik pembicaraan. Ketika percakapan mulai berubah menjadi fitnah, cobalah mengubah topik ke sesuatu yang lebih netral atau bermanfaat, seperti berita umum, peristiwa terkini, atau obrolan yang mendidik. Contoh: “Ngomong-ngomong, bagaimana kabar keluargamu?”
- Hindari memberikan tanggapan. Kalau susah menegur, diam saja atau tidak ditanggapi. Reaksi diam bisa menjadi sinyal bahwa kita tidak setuju dengan pembicaraan tersebut.
- Hindari bergabung jika Anda tidak bisa menolak.
- Ingatkan diri Anda akan bahaya fitnah.
- Jika memungkinkan, ajaklah mereka melakukan kegiatan bermanfaat seperti membaca buku-buku Islam bersama, berdiskusi tentang ilmu agama, atau saling berbagi inspirasi positif.
- Berdoalah kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menjaga lidah dan menghindari perkumpulan yang berpotensi mendatangkan dosa.
Fokus utama seorang muslim seharusnya memperbaiki diri sendiri, bukan mencari-cari kesalahan orang lain. Hindarilah ghibah agar hati tetap bersih dan lidah terbebas dari dosa.
Yuk bantu share artikel ini semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang banyak.
Disusun oleh : Divisi Pembangunan Semangat Mahasiswa Bintang Petugas dan Pelanggan
Baca Juga: Jika seorang muslim memperhatikan shalatnya maka agamanya baik